Intan Olivia Br Banjarnahor |
Pagi masih berkabut. Langit masih gelap. Suara azan subuh belum terdengar dari Mesjid dekat UGD RSUD AW Syahranie, Samarinda.
Lamat lamat terdengar suara isak tangis lirih dari ruang ICU memecah
keheningan subuh. Dua orang dewasa dengan mata sembab menatap tubuh
mungil berbalut perban berumur 2.5 tahun. Di tepi ranjang tampak kedua
orang tua bocah mungil itu tidak henti berdoa.
Mulutnya berseru pelan memohon muzizat untuk kesembuhan anaknya.
Matanya nampak sembab. Keduanya tidak bisa tidur. Mereka menatap pilu
putrinya tidak sadarkan diri. Sebuah selang berisi oksigen terpasang
dimasukkan ke mulut bocah itu.
Subuh beranjak merambat pagi. Pak Anggiat Marbun dan Ibu Intan terus
menangis. Grafik detak jantung di layar monitor mesin EKG terlihat
semakin melemah. Detak jantung Intan terus melemah. Perawat mendekat.
Memberikan pertolongan medis. Suasana ruang ICU mendadak gaduh. Denyut
nadi bocah malang itu berhenti.
Sontak kedua orang tua Intan menjerit histeris. “Boru
hasiannnn…Intannnn boru hasiankuu..jangan tinggalkan mamak nakkkk”,
jerit pilu Ibu Intan sambil memeluk tubuh mungil putrinya. Sang ayah
memeluk istrinya. Tangisnya teredam dalam rongga dadanya. Dadanya
bergetar. Anggiat Marbun terguncang. Tiba tiba bumi serasa runtuh.
Keduanya bahkan tidak mampu lagi mengangkat wajahnya. Kepala mereka
tertunduk ditepi ranjang sambil menangis panjang manggil nama anaknya.
Ruang ICU itu menjadi pertemuan terakhir kedua orang tua Intan melihat
anak yang dikasihinya.
Empat belas jam sebelumnya, Minggu pagi, 13 November 2016, sekitar
pukul 10.00 Wib, suasana hening terasa di dalam Gereja Ouikumene
Samarinda. Hanya terdengar suara
Pendeta sedang mengucapkan doa pengharapan dan pemberkatan. Ratusan
jemaat tampak menutup mata mendengarkan doa penutup ibadah minggu. Kedua
orang tua Intan tampak khidmat berdoa.
Sementara itu, di depan halaman gereja tampak bocah bocah kecil
sedang bermain. Mereka adalah anak anak sekolah minggu yang dibawa
orangtuanya ikut bergereja.
Hal biasa saat orang tua sedang beribadah, anak anak kecil ini
bermain di halaman gereja. Mereka adalah anak anak sekolah minggu yang
sebelumnya telah selesai beribadah sekolah minggu.
Intan Olivia Banjarnahor (2,5), Anita Kristobel Sihotang (2), Alvaro
Aurelius Tristan Sinaga (4), dan Triniti Hutahaya (3) bersama anak anak
sekolah minggu lainnya senang sekali pagi itu.
Mereka senang karena di sekolah minggu mereka bisa bernyanyi dan
bermain. Bertepuk tangan sambil menggoyangkan pinggang dan kepala. Bagi
anak anak kecil itu sekolah minggu adalah tempat favorit mereka
bergembira.
Mereka bisa bergembira karena disanalah mereka bisa bertemu dengan
guru guru sekolah minggu yang mengajar betapa baiknya Tuhan. Guru guru
sekolah minggu yang mengajar mereka bernyanyi dan berdoa.
Di luar pagar teras gereja, seorang pria kurus berkaos oblong hitam
nampak berjalan kaki. Pria kurus itu berjalan tergesa gesa sambil
menenteng tas ransel hitam di punggungnya. Ia tampak berhenti sebentar.
Mengamati sekelilingnya. Clingak clinguk sekejap. Setelah pasti, Ia
berjalan masuk ke halaman gereja.
Anak anak kecil itu tidak menaruh curiga. Dengan polos mereka tetap
bermain. Tidak ada rasa takut. Anak anak kecil sekolah minggu itu hanya
tahu bahwa gereja adalah Rumah Tuhan. Rumah berkat. Rumah di mana
kebaikan dan kasih sayang diajarkan. Tidak mungkin ada bahaya di sana.
Pria berkaos oblong hitam itu berjalan semakin mendekat. Ia berhenti
lalu menatap anak anak kecil itu. Entah apa yang dipikirkannya. Wajahnya
mengeras dan dingin.
Ia sepertinya tidak melihat ada anak anak di halaman depan gereja
itu. Ia sepertinya tidak mendengar suara anak anak nan polos sedang
bermain. Ia sepertinya tidak mendengar suara anak anak itu sedang
bernyanyi.
Pria berkaos oblong hitam itu hanya melihat musuh yang harus
dihabisinya. Kebenciannya begitu membuncah. Kalian harus mati. Begitu
pikirannya.
Intan Olivia Banjarnahor (2,5), Anita Kristobel Sihotang (2), Alvaro
Aurelius Tristan Sinaga (4), dan Triniti Hutahaya (3) memandang pria
berkaos oblong hitam itu.
Mereka malah tertawa riang lalu melanjutkan permainan mereka. Mereka
tidak tahu sebentar lagi api akan melahap mereka. Mereka tidak tahu
sedetik lagi pria berkaos oblong hitam itu akan melemparkan bom api
molotov.
Setelah tiba waktunya, Pria berkaos oblong hitam itu lalu menarik
nafas dalam. Ia melihat anak anak kecil itu sebagai target untuk
dihabisi. Ia melihat kegembiraan anak anak kecil itu harus dihentikan.
Keriangan anak anak kecil itu tidak boleh ada. Ia mendengus.
Lalu, Ia melepas tas punggungnya. Mengeluarkan sumbu lalu mengambil korek api. Ia membakar sumbu tas punggung itu.
Dengan sekuat tenaga pria berkaos oblong itu melempar tas berisi
bensin menyala api. Brakkkk..bummm…Tas punggung berisi bensin dan berapi
itu menghantam kerumunan anak anak kecil itu.
Api membumbung tinggi. Asap hitam mengepul. Pria berkaos oblong itu tersenyum lalu lari kencang menjauh dari halaman gereja itu.
Intan Olivia bocah berumur 2.5 tahun itu menjerit tangis. Api
membakar sekujur wajah dan tubuhnya. Intan berguling guling menangis
memanggil nama mamanya. “Ma…mamak..makkkk..panas makkk..sakittt
makkkk…”, teriaknya perih. Sekujur badannya melepuh, mengalami luka
bakar cukup serius.
Teman teman Intan lainnya Anita Kristobel Sihotang, Alvaro Aurelius
Tristan Sinaga, dan Triniti Hutahayan juga menjerit menangis. Api
menyambar tubuh mungil mereka. Membakar baju mereka. Keempat bocah
malang itu berlari berguling guling mencoba memadamkan api yang melahap
tubuh mungil mereka.
Suasana gereja yang damai teduh berubah menjadi neraka. Teriakan pilu
perih anak anak sekolah minggu Intan Olivia Banjarnahor, Anita
Kristobel Sihotang, Alvaro Aurelius, Tristan Sinaga, dan Triniti
Hutahayan membuat seisi gereja panik.
Para orang tua berhamburan keluar. Mereka mencari tahu apa yang
terjadi. Mereka menjerit histeris melihat anak anak mereka meraung raung
terbakar. Berguling guling menahan panas membakar kulit dan dagingnya.
Para orang tua itu berusaha memadamkan api. Sebagian berteriak histeris
melihat anaknya dilalap api.
|
“Saya panik dan syok. Saya pun langsung mencari anak-anak saya,
biarpun apa mereka semua anak-anak kami,” ujar Mirna sedih. Mirna salah
seorang jemaat gereja yang saat itu ikut menyaksikan tubuh tubuh mungil
terbakar api.
“Anak-anak sedang bermain di luar gereja. Orangtua mereka sedang
berdoa di dalam gereja. Tiba-tiba terdengar suara ledakan nyaring hingga
tiga kali. Kami semua langsung panik, mencari perlindungan, dan mencari
anak kami masing-masing,” kata Mawarni yang juga keluarga Intan.
Hanya 14 jam bocah mungil Intan Olivia dapat bertahan. Luka bakarnya
hampir 80 persen. Sekitar pukul 04.00 Wita akhirnya bocah lucu itu
meninggal dunia. Bocah malang cantik itu menghembuskan nafas terakhirnya
disamping ibu bapaknya yang menangis kencang.
Pukul 6 pagi, seorang teman mengirim berita kematian Intan. Saya
terpekur sedih. Dadaku sesak. Tidak terasa air mata keluar dari kedua
bola mataku. Saya kehilangan kata kata. Saya terhanyut dalam sedih atas
kehilangan Intan dan nasib bangsaku.
Saya tiba tiba melihat wajah anakku Baby K yang seumuran dengan
Intan. Memandang bocah bocah mungil lucu pemilik warisan Tanah Air
Indonesia ini sungguh membuat saya kecut. Akankah anak anak kita akan
mewarisi Ibu Pertiwi yang damai dan bersahabat? Ahhhh Entahlah…
Selamat jalan ananda Intan Olivia. Betapa berat 14 jam penderitaanmu
itu. Api membakar kulit dagingmu hingga wajah cantikmu berubah
mengerikan. Luka gosong sekujur tubuhmu begitu mengerikan.
Kini, Tuhan mendekapmu. Mendekap sejuk dan teduh jiwamu yang terbang
bersama para malaikat. Kini tubuh gosongmu cantik kembali. Bumi ini
bukanlah tempatmu bermain lagi. Surgalah tempatmu bermain bersama teman
temanmu dari seluruh bangsa.
Tempat barumu itu tidak ada ketakutan lagi. Tempat barumu itu tidak
ada lagi orang jahat penuh kebencian seperti pria berkaos oblong itu. Di
Surga sana hanya ada damai dan kebahagiaan.
Selamat jalan ananda Intan…kami minta maaf tidak bisa menjagamu. Kami
minta maaf alfa dan lalai tidak bisa memberi rasa aman di rumah Tuhan
tempatmu bernyanyi. Lagu kesukaanmu “Kingkong Badannya Besar” tidak akan
pernah kami dengar lagi dari bibirmu yang mungil.
Bernyanyilah di surga ananda..
Bermainlah di taman Firdaus ananda…
Nyanyikanlah lagu Kingkong itu di Surga buat kami ya…
“Kingkong Badannya Besar Tapi Kakinya Pendek, Lebih Aneh Binatang
Bebek, Lehernya panjang kakinya pendek..Haleluya..Tuhan Maha Kuasa,
Haleluya Tuhan Maha Kuasa
Damailah jiwa mungilmu terbang bersama para malaikat menuju keabadian…
Salam peluk cinta dan sayang..
Dari Tulang Birgaldo Sinaga
Sumber : https://seword.com/politik/lagu-terakhir-intan-olivia-kingkong-badannya-besar-tapi-kakinya-pendek/
Semoga Tuhan Yesus memelukmu disurgo Hasonangan i. Amen.
Sumber : https://seword.com/politik/lagu-terakhir-intan-olivia-kingkong-badannya-besar-tapi-kakinya-pendek/
Semoga Tuhan Yesus memelukmu disurgo Hasonangan i. Amen.
No comments:
Post a Comment